Beranda » Posts tagged 'cerita'

Tag Archives: cerita

Sekedar Ilusi

Hai gaes, apa kabarnya nih?? Kali ini mimin pengin ajak kamu kamu semua ber – baper ria wkwkwk, karna entah kenapa ya, mimin lagi suka nulis puisi yang bikin baper haha udahlah abaikan, selamat membaca 🙂

 

 

lari-dari-ilusi-cinta_1479215905-b

 

Sekedar Ilusi

 

Ketika nafas tersentak

Membuat birunya langit terhentak

Ilusi awan meringkap kenangan Haru Biru Langit Menyibak kerinduan

Ini bukan kata yang biasa terucap

Tapi inilah kata yang meringkap

Berteriak jenuh karna tak pernah terucap

berbisik bosan karna selalu terpendam

aku bukanlah binatang, yang hanya bisa mengaung ketika dibutuhkan

aku hanyalah seorang gadis yang sedang terjebak dalam penjara misteri

 

@Gustin_Narra

“Trace Snow”

trace-623717_960_720

“Trace Snow”

(Jejak – jejak Salju)

 

Musim semi pertama membawa masa ajaran baru di sekolah Hikarizuna. Suara anak SMU terlihat bahagia bersama teman – teman dan juga kelas baru mereka. Tapi semua itu tak berpengaruh apapun pada anak remaja sepertiku. Baiklah, aku adalah Rikuni Byard siswa kelas 3 – F, dengan postur normal, gaya rambut mowhak dan rapi seperti ana kelas 3 SMU pada umumnya. Namun, aku bukanlah anak SMU yang rajin walaupun aku sudah kelas 3 dan harus menghadapi ujian akhir. Aku sering kali datang terlambat ke sekolah, sering juga kabur dari kelas kemudian tiduran ditempat sepi, aku merasa bosan saja dengan sekolah. Meskipun aku dinilai seperti berandalan, aku bukanlah anak yang nakal yang melakukan hal-hal buruk seperti merokok ataupun tawuran, meski tergolong anak bandel. Aku tidak pernah bergaul dengan anak – anak yang terlibat kenakalan remaja. Hubunganku dengan anak –anak lain pun tidak begitu baik. Aku juga tidak tergabung dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Yah, inilah diriku, hidupku rumit. Jelas saja akulah yang tak berubah sedikit pun sudah kelas 3 SMU, tetap saja semakin malas.

Youhei adalah teman baikku mungkin juga satu – satunya yang benar- benar sahabatku, pria yang rambutnya ia semir pirang dan tentu tingkah lakunya sama denganku walau dia lebih gila lagi. Walau kami sama – sama tidak memiliki teman,tergolong anak bandel, dan sama – sama tidak memilki pacar. Itulah sebabnya  kami berteman dengan sangat baik. Hari ini kami memang berangkat bersama, seperti biasalah, kami terlambat lagi. Waktu itu aku membuat guru fisikaku kesal, hal ini sering kulakukan tanpa dosa.

“Baru pertama masuk, kau masih juga berani terlambat? Kalau sudah tak niat sekolah, lebih baik kau dikeluarkan saja!” Bentak pak Kawarama padaku. Aku hanya terdiam sambil memandang ke tempat lain. Tak kupedulikan ocehan guruku itu. Aku begitu bosan mendengar semua kata yang keluar dari mulutnya, sangat pedas, telingaku sudah kepanasan mendengarnya.

Dasar anak bodoh! Menghadap kemana kau? Akan ku….” Putus pak Kawarama, setelah melihat gelandangan itu kabur lagi lewat jendela kelas.

“Hei kau mau kemana anak bodoh? Cepat kesini, hei kembali!” teriaknya padaku,sampai menjadi bahan tertawaan semua murid. Aku berlari dari kelas itu sambil kuucap sebuah kata “Da’dah!” Tersenyum lega lalu pergi.

Perpustakaan saat jam ini sangatlah sepi, sering kali kugunakan kesempatan itu untuk bermalas – malasan, tapi bila waktu istirahat tiba kusempatkan waktuku untuk berkeliling bersama Youhei. Sesampainya di perpustakaan, kugunakan untuk tidur siang. Kepaluku semakin pening menatapi berjejeran buku – buku disekelilingku. Di tempat sempit di belakang rak buku, aku mulai meletakkan kepalaku, diatas tas yang kubawa. Secara perlahan – lahan kucoba menutup mata. Tak kusangka suara denguranku terdengar memenuhi ruangan perpustakaan yang ada, meski tak ada siapapun. Di sekolah ini ada banya siswa bandel yang suka bolosan. Yak, Rukia melihatku tertidur pulas, secangkir kopi ia bawakan untukku. Diapun menghamburkan semua ilusiku karena suara denguranku telah memecah konsentrasinya.

“Ugh? Apa yang kau lakukan?” Bentakku.

            “Aku sedang tidur jadi jangan menggangguku!” Lanjutku.

            “Aku tau kau sedang tidur, ini!” ucap Rukia dengan lembut sambil menyodongkan secangkir kopi.

            “Apa – apaan kau ini, kau malah akan membuat tidurku semakin kacau tau!”

            “Sebab itu! Cepat minum!! Dengkuranmu itu sangat mengganggu tau, lebih bising dari suara roket. Karena kau, aku jadi tak bias konsentrasi!” Teriak Rukia dengan hujan badai yang menggelegar.

Sukses besar, kemarahannya berhasil membuatku meminum kopinya. Sedikit demi sedikit kucoba menghabiskan kopi itu.

“Kenapa kau ada disini? Apa kau juga bolos?” Tanyaku.

Rukia meletakkan bukunya diatasmeja lalu dia memandang ke arahku denganwajah penuh kecewa.

“Ya, aku suka melakukannya!” Jawabnya kacau.

            “Kenapa?”

            “Kenapa?! Heh… kenapa kau begitu penasaran?”

            “Karena itubukanla jawaban sebenarnya kan? Kalau kau memberitahuku aku siap mendengarkannya.”

            “Tidak apa – apa kok1 hanya masalah kecil.”

            “ Bohong!!”

            “Kenapa kau begitu ingin tau?”

            “Semua siswa berandalan disini membolos karena mereka memiliki masalahnya. Itu bukanlah masalah kecil pastinya? Banyak orang mengira kalau kami semua itu terlahir untuk dibenci, tapi pada kenyataannyakami lakukan hal itu hanya untuk diperhatikan disaat orang lain mengabaikan! Aku… hafal dengan sikap anak – anak yang seperti itu!”

Mendengar kata – kataku Rukia menundukkan kepalanya,dan menatap kearah buku bacaannya.

“Kulakukan ini karena kebencianku pada orang tuaku! Mereka bilang aku anak yang tidak berguna dan bodoh! Mereka tidak pernah melihatku. Mereka ngak pernah peduli keberadaanku. Mereka mengabaikanku seakan aku hanyalah sosok penampakan. Egois, aku rela jadi anak nakal, asal mereka kembali padaku lagi. Aku berharap mereka mau memarahiku.” Emosi Rukia meluap sejadi mungkin. Aku tersenyum pahit melihat tingkat emosinya diluar batas.

“Kau hanya tidak mengerti! Mereka yang sebenarnya sangat menyayangimu, mereka sedang tidak ada waktu untukmu, itu saja!! Dan seharusnya kau harus tersenyum bangga bisa hidup dengan mereka, walau sedikit waktunya. Pasti mereka pernahkan mengajakmu bercanda bersama?” Tegurku

Rukia mengangguk pelan mengingat kebersamaannya kembali.

“Kalau aku sih tidak seperti itu…!” Nada bicaraku menjadi sangat berat, sebisa mungkin ku lanjutkan kembali karena Rukia sudah sangat penasaran.

            “Hidupku rumit, tapi sebelumnya tak serumit ini! Semenjak ibuku meninggal, ayahku tak lagi mencintaiku. Bahkan sering ku dengar dia mengatakan kalau aku tak pernah berguna bagi siapapun dan aku tak akan pernah berhasil meskipun kucoba seribu kalinya. Sama sepertimu,kebencianku kepada ayah bahkan akan melebihimu. Siapa peduli, tentang membahagiakan orang tua, tapi mereka tak pernah memberi sekecup pun kebahagiaan padaku! Suatu hari nanti akan ku buat ayahku menyadari perbuatannya!” Tak kusangka Rukia bias terkejut saat ku katakana itu ia menatapku dengan tatapan yang aneh.

“Ke – kenapa kau ingin melakukan hal itu, pada ayahmu sendiri?” Balas Rukia terbata – bata.

“Memangnya kenapa? Coba kau pikirkan,bayangkan ibumu meninggal, dan disaat itu ayahmu berkata kalau itu adalah kesalahanmu. Dia tak inging mengurusmu, membuangmu seperti sampah dan melupakanmu. Apakah kau bias bangga diperlakukan seperti itu? Kau tax akan mengerti, karena ini tidak terjadi padamu. Aku akan membalasnya sebelum Tuhan lebih dulu membalasnya!”

Sekantong kata yang membuat niatku pergi dari tempat itu.

“Kau murid murid kelas 2 kan? Kalu tidak salah namamu Rukia! Kau pasti sudah tau tentangku. Terimakasih atas waktunya.akan kutemui kau, diwaktu dan tempatyang sama!” aku melangkahkan kaki sambil kulambaikan tangan kananku, berjalan tanpa menghadap ke arahnya sedikitpun.

Ketika langkah kakiku membawaku pergi, aku berpapasan dengan Yohei sahabatku.entah kenapa kebencian yg kupendam hilang seketika setiap kaliaku dekat dengannya. Aku mengenal dirinya saat pertama kalinya membolos. Yah! Dia memiliki masalahnya sendiri bahkan lebih parah dariku. Orang tuanya benar – benar melupakan keberadaannya. Aku tau itu, saat aku menginap di rumahnya. Saat makan malam tiba yohei tidak pernah mau turun ke ruang makan, jadi aku hanya bias mengikuti kehendaknya saja. Meskipun beberapa kali Yohei memaksaku untuk turun. Biarpun kutanya – tanya alasannya hanyalah, “Ah, aku masih kenyang!” Akhirnya aku turun lantaran tax sanggup menahan air kecil, saat kulewati ruang makan tax sengaja ku menguping dibalik pintu mewah dekat dapur. Mereka sangat serius berbicara anak perempuan disamping mereka. Pembicaraan mereka benar – benar sudah kelewat batas saat ada kata – kata bahwa dialah anak satu satunya yang tersisa. Aku berlari ke atas untuk memastikan hal ini. Yohei bersikap seakan dia sudah sering mendengarnya “Biarlah, itu tidak penting!!” aku marah mendengar jawaban itu.

“Sebenarnya kau ini anak siapa sih?”

            “He..he…. ibu bilang aku bukanlah putranya,tapi tinggal disini aku sudah merasa puas. Meskipun keluargaku sendiri menganggapku telah tiada. Aku yakin jiwa ibuku masih ada disini karena itu sudah membuatku merasa baik.”

Orang mana yang bias tersenyum saat melihat sahabatnya sendiri diperlakukan seperti itu. Tapi di juga sangat beruntung masih memiliki adik yang sangat menyayanginya walau dia bukan saudara kandung. Jatah makan dan uang sakunya selalu dia bagikan kepada Yohei. Yohei juga sangat mencintainya,dan selalu melindunginya apapun yang terjadi. Hidupnya telah mengajariku untuk bertahan hidup dalam kepedihan. Kami selalu bertemu di atap gedung sekolah mencari kebebasan. Kami selalu berpikir apa artinya kebebasan? Dan dimana kita bias mendapatkannya? Dimanapun itu akan selalu kami tunggu, saatnya hal yang tax masuk akal menjadi masuk akal!

Jujur saja, aku saat itu terkejut. Ada orang lain yang benar – benar senasib denganku. Dan saling memahami apa yang kami rasakan. Bagiku Yohei adalah berkah dari langit, yang telah Tuhan persiapkan untukku.

Yohei dan aku berkeliling setiap ruang kulikuler, semu tampak sibuk menyiapkan festival yang akan berlangsung minggu depan. Karena kamitax mengikuti salah satu kegiatan disekolah, jadi ya santai sajalah!

Kulihat Jvia dengan Liberta sibuk mengambil hati para siswa untuk memilihnya menjadi ketua festival, Juvia adalah bintang sekolah. Saking populernya, dia sanggup memegang jabatan sebagai ketua OSIS tahun lalu. Aku tidak yakin apakah dia bias pertahankan jabatan itu tahun ini?

 

***

 

Musim semi yang menyibukkan! Semua orang mengadakan festival, untuk menyambut bunga sakura tahun ini. Tak begitu kupikirkan bagaimana jadinya nanti, tapi festival terindahku hanyalah bersama sahabatku. Dia benar – benar tulus  menjadi sahabatku. Tanpa peduli sikapku padanya. Salah satu yang kusuka darinya adalah prinsipnya “Terkadang, ada sesuatu yang tidak dapat dihentikan oleh ucapan. Setiap orang menjaga ucapannya dan teguh pada pendiriannya itulah cara mereka hidup berdampingan satu sama lain.”

Dunia tax lain adalah kebohongan, tak ka nada yang namanya cinta dan belas kasih yang hidup didalamnya. Kemanapun kau akan melangkah kau akan tersesat dan kehilangan jalanmu. Sekencang apapun kau menangisinya, kebahagiaan itu hanyalah mimpi. Karena dunia tax pernah baik pada siapapun.

Aku tax mengerti, kenapa banyak orang bodoh berharap hidup bahagia ditengah – tengah konflik mereka?  Ketahuilah, dunia ini tidak semudah yang bias dilihat ataupun dibayangkan. Sekilas memang tampak indah, tapi akan penuh dengan rasa iri dan dengki. Itulah kehidupan, sesulit apapun konfliknya mereka jalani dengan suka, duka, dan cita karena itulah kita disebut sebagai manusia.

Awan begitu gelap, hujan menguguyur tubuhku, di tengah jalan kini ku berjalan lurus ke depan tanpa kutakutkan sebuah mobil akan merenggut hidupku. Aku memiliki tujuan, tapi aku lupa apa itu? Kucoba mengingat – ingat seseorang yang ingin kutemui. Tak kuperhatikan sekelilingku, karena memang hanya ada kau dan air hujan saja disini. Sebuah mobil melintas disampingku, dan mengguyur tubuhku dari lubang yang diinjaknya. Aku berhenti melangkah, sadar bahwa hidupku memang menyedihkan. “Kenapa bukan aku saja?” Pekikku. “kenapa bukan aku saja yang pergi saat itu? Ibu… aku ingin pergi ketempatmu saat ini. Aku ingin bertemu denganmu lagi, sekali saja! Kumohon!” Ku hadapkan wajahku ke langit dan memejamkan mata, berharap agar hujan mengambil seluruh kerinduanku.

Kubuka lagi mataku, mengingat – ingat hidupku bersama ayah. Waktu itu aku sendirian di rumah, kulihat ayahku pulang dalam keadaan mabuk riku. Kusingkirkan ipone dari telingaku, kupandangi ayah dengan marah. Aku pulang lebih cepat dari biasanya.

“Ini kubawakan sushi kesukaanmu, makanlah! Kau pasti lapar?”

Tingkah ayah semakin membuatku muak, aku membentaknya.

“ Riku cobaalah dulu!”

“Tidak mau!!” Teriakku, kusambar kotak sushi  itu hingga berhamburan ke mana – mana.

“Sudah kubilang, tidak mau ya tidak mau! Kau bau sake!” tamparan ayah mengenai pipiku, hingga terlihat memar. Aku makin membentak padanya, kali ini ayah mendorongku kea rah jendela. Bajuku terpenuhi darah segar yang mengguyur tubuhku. Aku tax bias menyembunyikan ringkikan sakitku. Ayah begitu panic dan merasa bersalah. Setelah tersadar, aku terlihat sangat kebingungan. Karena saat ini aku berada di rumah sakit. Menurut diagnosis dokter, bahu kananku patah.

Ibuku meninggal saat umurku 5 tahun. Sejak itu aku dibesarkan oleh ayah. Aku yakin  sulit baginya bekerja dan merawatku pada saat yang sama. Kalau aku mengerti. Tapi….. akumengalami mimpi yang membekukan hatiku dan tanpa sadar, aku mulai tidak berbicara dengan ayah.

Esok hariku memenjara lagi. Lagi – lagi aku bermimpi.saat terbangun aku lupa, aku lupa siapa yang kucari. Ya, selalu saja seperti itu. Aku memakai jas sekolahku, dan seperti biasa, ayah meninggalkan sepucuk surat beserta uang untukku.

Dibawah bukit jalan menuju sekolah, langkahku terhenti kerena seorang gadis berdiri didepanku. Dia terlihat sedang menatap kearah bunga – bunga sakura yang terhembus angin.

“Benar – benar indah, hatiku menari.” Ucapnya.

“Hanya sebentar, tidak sampai seminggu, semuanya akan jatuh ke tanah.” Balasku.

“Ya, tapi mereka akan berbunga lagi tahun depan, tahun berikutnya dan tahun berikutnya juga!”

“Kita terlambat, sudah lama bel berbunyi.” Ucapku, aku melangkah melewatinya tanpa ragu lalu kukatakan “Sampai jumpa” padanya.

“Uhmm… jika tidak keberatan, bisakah menaiki bukit ini bersama – sama?”

Aku berhenti danmenengok ke arahnya.

“Bersama – sama? Kenapa?”

“Setiap hari aku berjalan sampai sejauh ini. Tapi tidak tahu kenapa, aku tidak bias melanjutkan sisa bukit ini. Aneh bukan? Bisakah aku mengikutimu sampai di atas bukit?” Pintanya.

Aku tidak menjawabnya. Tax peduli siapa yang berjalan dibelakangku. Aku hanya berjalan ke arah yang ku mau. Tapi sekarang aku berfikir, saat itu pertama kalinya aku bertemu dengannya, itu ketika semuanya dimulai.

“Aku Rushi Harfilia, kalau kamu?”

“Tidak penting!, kau hanya mengikutiku.”

“Aku ingin tahu, karena jika lain waktu kita bertemu aku ingin menyapa namamu!”

“Tidak perlu! Anggap saja tidak kenal.”

“Aku Rushi Harfilia!”

“Aku sudah dengar!”

“Ya!?”

“Rikuni Byard!”

“Rikuni Byard, Terimakasih banyak, membuatku bisa menaiki bukit ini.” Tegurnya padaku.

Ketika pelajaran telah dimulai, aku tax tahu harus berbuat apa? Yang kulakukan hanyalah apa yang sedang kulakukan, kulihat awan yang terlintas dari jendela polos disampingku.

“Hai Rikuni! Kalau sudah meras bosan, bangunkan Strauss yang duduk disebelah.” Kata pak Sunohara yang sedang menulis dipapan tulisnya.

Aku mulai berdiri dan membangunkannya.

“Hei, Youhei! Cepat bangun!” Bentakku, kudorong kursinya dengan kakiku. Sukses, Youhei terjatuh dengan pendaratan darurat. Dia tersadar dan penyakintnya mulai kambuh, disaat seperti ini biasanya perilaku dan sikapnya menjadi binatang buas.

Waktu istirahat akhirnya tiba. Semua siswa berbondong – bonding pergi ke kantin.

“Rikuni, mau makan siang apa?” Tanya Youhei.

“Roti..!” Ucapku polos.

“Heh… roti? Ya, roti isi dikantin memang cukup enak. Tapi sangat ramai. Jadi semua roti isi akan terjual habis.” Keluh Youhei.

“Kau akan ku belikan, jadi belilah beberapa!” ku imingkan uangku yang langsung dia rebut dan berlari ke kantin.

“Benarkah? Kalu begini aku akn beraksi!” semangat Youhei berapi – api. Dia langsung mengendus – endus untuk mendapat roti isi di kantin yang ramai itu.

“Kau mau roti? Ngantri tau!” Ucap seorang pembeli yang sudah menghajar Youhei habis – habisan.

“Sialan, aku tidak akan menyerah!” Lagi – lagi sama.

“Sudah kubilang, kalau mau ngantri!!”

 

~ Di atap gedung sekolah ~

Aku berjalan ditempat terlarang disekolah ini. Yah! Inilah tempat favoritku.

“Rikuni – san….? Ini tempat yangbagus, benarkan? Angin yang sejuk juga sangat tenang.” Ucap Rushi yang terduduk diantara pagar.

“Ya, karena itu dilarang. Ketika staff sekolah menemukanmu, pasti dimarahi!” Tegurku.

“Aku akan berkata ‘aku minta maaf’ kalau itu terjadi.” Jawabnya santai.

“Kamu sering dating kesini?

“Uhm…!” Gumamnya

“Kadang – kadang.”

“Ini pertama kalinya aku masuk sekolah. Jadi aku bertanya – Tanya apa yang harus kulakukan saat istirahat?”

“Biasanyakan untuk makan siang, kecuali kalau sudah makan.”

“Roti kacang manis, aku akan membelinya dikantin. Tapi disana sangat ramai karena roti isi!”

Youhei berlari melewati pembatas terlarang ke atap gedung tempat dimana kami menghabiskan waktu istirahat.

“Rikuni!” Teriaknya

“Aku minta maaf, tidak bisa. Kantin penuh sesak, bahkan usaha terbaikku hanya bisa membeli roti kacang manis.” Youhei mendatangiku dengan wajah ngos – ngosan.

“Dengan kesal, jadi aku menggunakan 1000 yen mu!”

“Kau tahu, Aku tidak suka roti kacang manis!”

“Namun, mengingat situasinya, silahkan makan saja!” Ucap Youhei panic.

Burung – burung berterbangan disekitar disertai gugurnya bunga sakura. Situasi berubah, ku ambil bungkusannya dank u berikan pada Rushi.

“Ini buatmu! Roti kacang manis, kau belum makan siang kan? Daah!!” Aku pergi meninggalkannya.

“Hei Rikuni tunggu! Oi..! Riku!” Teriak Youhei.

Regu paduan suara terlihat sudah siap untuk festival.

Kami berdua duduk dibawah pohon yang rindang. Melihat – lihat grup Drum Band yang juga ikut tampil.

“ Jadi Rikuni, siapa gadis di atap tadi?” Tanya Youhe penasaran.

“Aku tidak tahu!”

“Jangan berlagak bodoh!”

“Dia Rushi Hartfilia! Hanya itu yang kutahu.” Ucapku datar.

“Itu sudah cukup, bilang saja kaumengenalnya!” Goda Youhei.

“Tapi sebelumnya aku tak pernah melihatnya disekolah.”

Sekarang tidak dapat ditoleransi bagaimana siswa tax menyadari masalah di sekolah ini. Dewan murid harusnya tegas dan menyelesaikan semua masalah ini. Itulah alasan  mengapa saya mencalonkan diri menjadi dewan murid selanjutnya!” semarak Juvia pada semua murid.

Kami pergi menuruni tangga setelah lelah berkeliling, dan bersandar di ruang agak gelap dengan kincir besar ditengah tengah kami yang memberikan sela sela cahaya.

“Kembalikan 1000 yen ku!”

“Eh…?”

“Kau menyia – nyiakannya jadi kembalikan semuanya.!”

“Aku akan mengembalikannya lain waktu.” Keluh Yohei.

“Kau harus mengembalikannya! Tapi… sebenarnya dia gadis cantik.” Aku pergi dari tempat itu.

“ Oh, kalau begitu. Bayangkan 1000yen sebagai investasi untuk dirinya!” Alasan Youhei.

 

***

 

Seolah aku mau, aku bermimpi lagi. Mimpi ketika berkelana mencari seseorang, lalu akhirnya ku menyadari. Aku adalah pikiran yang tax memiliki badan. Jadi pertama – tama, aku mulai mencari tubuhku, dengan terburu buru dan panic. Dan akhirnya kutemukan wadah untuk diriku. Meski begitu. Aku tak akan bertemu orang itu dalam waktu dekat. Tax ada tanda – tanda orang lain disini. Dimataku hanya terlihat daratan tax berujung yang membentang ke cakrawala.

“Riku – Riku…!”  Aku terbangun mendengar seseorang memanggilku.

“Aku pulang lebih awal dari biasanya. Haruskah akku memanggangkan roti untukmu?” ucap atahku dari balik pintu. Lalu aku keluar dengan perasaan hambar.

“Rikuni…!” sambut ayah lirih.

“Aku tidak butuh!”

“Riku!”

Aku berlari ke depan gerbang rumah. Ayahku terlihatlesu melihatku, tertunduk dan menggeramkan tanganya. Seolah dia ingin memperbaiki hubunganya denganku. Tapi sayangnya batinku telah tertutup untuknya.

Dibawah bukit jalan ke sekolah, Rushi terlihat sedang menunggu seseorang, diantarabanyak siswayang melintas di depannya.

“Apa?” tanyaku.

“Seperti kataku… Aku ingin kau menemaniku menaiki bukit ini lagi.”

“Huh bantuan?”

“Ayolah!!’

Dan hal yang sama terulang lagi.

“Kita terlambat lagi! Jika hanya untuk itu, ka nada banyak orang bukan? Jangan bilang kau sedang menungguku?”

“Aku menunggumu…’

“Jangan bercanda!”

“Rikuni Biyard, aku mulai mengingat namanya!” Batin Rushi dalam hati.

Kuhentikan langkahku, dan menoleh kearahnya. Dia menatap manis wajahku.

“Bukit apanya? Kenapa kau tax bisa mendakinya?” tanyaku.
“Tidak tahu! Bahkan, saat disekolah, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Tak ada alasan aku harus ada disana. Aku tidak bisa pergi, aku cemas, kakiku berhenti bergerak dan gemetaran.” Jelasnya panjang lebar.

Mendengar semua kata –katanya, membuatku sadar bahwa aku juga tax memiliki alasan ke sekolah, tapi yang membuatku bingung kenapa dia tidak bisa melangkah lagi, tanpa alasan?

“Temukan sesuatu, yang harus dilakukan disekolah, dan jangan ikuti aku lagi.”

Aku berlari menghindarinya.

“Sampai jumpa !” Kataku.

“Rushi Hartfilia, dia satu angkatan seperti kita, tapi mungkin satu atau dua tahun lebih tua dari kita. Dia sakit tahun lalu, jadi terakhir dia harus mengulang hari ini.” Jelas Youhei sembari membaca majalah.

“Tidak heran kita belum pernah melihatnya!” lanjutnya.

“Jika ingin tahu yang lain katakana saja. Jaringan informasiku pasti berguna!” Youhei menyodongkan tangannya padaku.

“Apa?”

“500 yen, untuk informasi”

“Aku tidak pernah bertanya!”

“Oh ya? Wajahmu bilang kau ingin tahu lebih!” Lirik Youhei.

“Tidak..!”

Cuaca berangin berlangsung selama beberapa hari setelah hujan berlangsung. Menunjukkan akhir  musim sakura tahun ini.

“Ehemmm….!” Gumam Rushi.

“Sudah lama tidak kelihatan!” Tegurku.

“Yap..! Aku sedikit demam. Jadi tidak masuk sekolah. Ummbt.. Coba lihat aku sekarang sudah lebih sehat dan bisa naik bukit sendiri.”

“Baguslah kalau begitu..!”

“Yap… Riku, aku menemukan sesuatu disekolah untuk dilakukan. Banyak yang kupikirkan dan akhirnya ku menemukannya!”

Kata – kata Rushi membuatku bingung, sampai kugaruk – garuk kepalaku yang tidak gatal.

“Terima kasih banyak, ini semua karena saran Rikuni!”

“Aku tidak melakukan apa – apa?”

Rushi tersenyum dibalik kata – kataku. Saat kunaiki tangga kea tap gedung, tax kusangka Youhei menungguku dengan gaya bersandar sok cool dan tersenyum evil dihadapanku seolah tau segalanya.

“Apa??” tanyaku bimbang.

“Tidak apa – apa.”

Istirahat tiba kupastikan hari ini Youhei mendapatkan roti isi untukku. Aku pergi ke atap gedung, kulihat Rushi sangat semangat siang ini.

“Selamat siang Riku!” sapanya.

“Kyahahahaha!” Tawa Youhei mengelegar.

“Riku lihat akhirnya aku dapat roti isi siang ini.” Youhei menari – nari gila, lalu ia berhenti melihat Rushi bersamaku.

 “Rushi ini untukmu!” Youhei menyodongkan bingkisan berisi roti isi.

“Bercanda!” Teriaknya.

Aku sangat shok pada ucapannya yang memalukan itu.

“Nah, sudah jadi!” Semarak Rushi dan diperlihatkan hasil lukisannya.

“Telur?” aku dan Youhei bingung.

“Ini adalah dango! Keluarga telur yang bahagia!” Jelas Rushi, ia mulai menyanyikan lagu dango dengan riang.

“Oh iya, aku ingat lagu itu saat aku masih kecil.” Kenang Youhei.

“Jadi ini? Klub teather yang kamu maksud tadi?” Tanyaku.

“Yap,ini sangat menyenangkan. Aku akan membangun kembali klub teather. Aku akan memainkan drama saat festival nanti. Kurasa aku bisa berjalan keatas bukit setiap hari, jaka aku mempunyai tujuan. Pokoknya, akan ku buat banyak poster dan mempostingnya disekitar sekolah.” Semangat Rhusi.

Esok harinya, disekolah aku termenung bersandar di jendela. Kulihat Youhei berlari digegabah ke arahku.

“Riku!! Cepat ikut aku!” pekiknya.

“Ada apa?” Aku berlari mengikutinya menuju sekerumunan orang – orang. Kutatap papan pengumuman. Poster yang kukenali tercorat – coret cat merah darah.

“Apa maksudnya ini??” Histerisku.

“Maksudnya berarti tidak sah” Sambung Juvia.

“Kenapa tidak sah? Bukankah masih ada waktu?” Teriak Youhei.

“Mustahil memperoleh jumlah anggota dalam waktu singkat.”

“Riku ayo kesana, mungkin masih ada waktu!”

Aku mengikuti arah yang Youhei tuju. Kami membawa membawaposter yang masih bisa diselamatkan. Sebelumnya aku memang menyuruh Rushi untuk kea tap gedung. Rushi berdiri sendirian dengan kaki yang terus gemetaran.

“Sial, teganya mereka.” Ucap Youhei yang langsung duduk menyilang dengan kesal.

“Tidak apa – apa!” Pekik Rushi dengan lembut.

“Tidak apa – apa?” tanyaku.

“Hartfilia….”

Rushi berbalik ke arahku.

“Tidak apa – apa, aku bisa mengambarnya dan mempostingnya kembali.”

“Jangan! Mereka akan melakukannya lagi.” Tegur Youhei.

“Tapi aku sudah memutuskan kalau aku akan mendirikan klub teather lagi.” Pinta Rushi.

“Aku tidak tahu kalau ada batas waktunya.” Balas Youhei geregetan.

“Tiga!, jika ada 3 anggota, mungkin bisa diakui sebagi klub teather.” Tegur Rushi.

Oke, ayo gambar posternya, buatlah satu poster yang luar biasa. Kita akan buat 100 atau 200 salinanya. Lalu Youhei dan aku akan mempostingkaya ke sekolah!” kataku.

“Baiklah!”

Kami mulai bekerja, seratus salinan telah terfotocopy. Aku dan Youhei mulai mempostingnya dengan semangat.

“Kami dirikan klub teather, untum membuat drama festival sekolah, kami butuh sedikitnya 15 orang, batas waktu pendaftaran cukup hari ini!” semarak Riku.

“Rikuni!!” batin Juvia Bangga.

Tax kusangka waktu pendaftaran telah tertutup dan kami mendapat 50 orang lebih. Usaha kami tidaklah sia – sia. 2 hari sebelum festival sekolah dimulai, Rushi dan aku mencoba membuat dramanya. Esok harinya, kami semua mulai berlatih, Rushi, aku, dan Youhei mendapat peran terpanjang. Sebenarnya kami ingin mengeluh. Karena demi Rushi kami akn menampilkan yang terbaik.

 

***

 

Hari terakhir musim sakura, kami merasa cukup dan akan kami tampilakan  yang terbaik. Kami akan menampilkan drama dengan tema “Hime dan Hiko”.

~ Puncak drama ~

Kali ini adalah perpisahanku dengan Rushi, setelah Youhei berperan sebagai penyihir. Aku berperan sebagai pangeran Hiko, dan Rushi putri Hime. Karena kedua negara kami saling bermusuhan dan berperang. Orang tua kami tax saling merestui. Kami berdua berlari, kebingungan! Mencari tempat sembunyi. Namun kami sadartidak ada tempat sembunyi. Dibawah bulan dan ditengah – tengah keputusasaan, Youhei muncul dengan kostum penyihirnya.

“Kau seorang penyihirkah?” Acting Rushi.

“Begitulah!” Sahut Youhei diserti tawa ngerinya

“Jika benar, tolonglah kami! Orang tua kami tax saling merestui, mereka akan memisahkan kami dan saling membunuh. Ubahlah pikiran mereka! Akan kuberikan apapun.” Pintaku.

“Apapun mudah bagiku, tapi aku tax bisa mengubah isi hati seseorang.” Jawab si penyihir.

“Tax peduli apapun yang ingin kau ubah! Ku mohon jadikan kami untuk selalu bersama!” Pintaku.

“Tapi tentu ada syaratnya!”

“Apa itu?”

“Setiap permintaan harus dibayar! ‘Kalian akan bebas dan abadi bersama dengan bintang dilangit. Tapi kalian hanya dapat bertemu sekali dalam setahun.’ Pikirkanlah dulu sebelum menyanggupinya!”

Aku dan putrid berpikir – piker terlalu lama. Jika kami bunuh diri bersama tax yakin Tuhan akan menyatukan kami kembali.

“Aku sanggup!” Sahut putri tanpa ragu.

“Jangan! Ku tax ingin berpisah denganmu.”

“Tax akan, kita pasti akan bertemu lagi. Walau hanya sekali, tapi akan kutunggu kamu tahun depan,tahun depannya juga dan tahun depannya lagi.”

Karena putrid menyanggupi, kami terima perjanjian itu. Kami saling bergandengan tangan satu sama lain dan memejamkan mata bersama. Dan berubahlah kami menjadi sepasang bintang yang paling terang. Lama dan lamakami berjauhan, kamiingin bersama dan tax terpisahkan. Tapi sesuatu seperti menarik kami untuk saling jauh. Drama ditutup ketika 2 bintang bersatu kembali dengan berdirinya para pemain, menundukkan kepala. Berdoa bersama dibahwah sepasang bintang yang begitu terang. Berdoa agar cinta kami abadi. Panggung ditutup. Semua orang yang hadir bertepuk tangan dan berdiri dengan meriah.

“Yeah! Kita berhasil.” Semangat Youhei.

Aku dan Youhei saling menyatukan tangan tanda berhasil. Seseorang muncul dari samping panggung dan bertepuk tangan.

“Drama yang bagus, bagaimana kalau kalian ku undang di teatherku?” Ucap pengacara itu.

“Kami akan tampil diteather sungguhan?” Tanya Rushi tax percaya.

“Ya, tentu!” Jawab Pengacara.

“Tentu saja kami mau.” Seru Youhei.

“Baik kalian tandatangani kontrakny dulu! Waktunya 2 bulan di gedung Yamanaka. Semoga berhasil.” Ucapnya.

Kami bersorak ria dengan kesuksesan kami. Selama seminggu ini kami rutin latihan. Klub teather semakin banyak penggermar.

Di sebuah took roti kecil, terlihat sepi pembeli.

“Terimakasih atas kunjungannya!” ucap penjual kue dengan ramah pada pembelinya.

Penjual itu terasa sangat kelelahan siang ini, diapun tertunduk lesu diatas bangku kecilnya sambil menatapi kue –kue buatannya sendiri. Perlahan air matanya keluar berbulir – bulir meratapi nasibnyayang fanaitu diatas kegelapan dunia.

“Bersabarlah, kita pasti akan menjual lebih banyak kue dari hari ini!” ucap sang suami sambil memegang tangan istrinya.

Tax sengaja Rushi melihatnya. Dia tax kuasa melihat orang tuanya menderita karena dirinya. Mungkin orang tuanya sudah sukses besar, jika Rushi tax menderita penyakit itu. Ayah Rushi yang dulunya seorang actor terkenal dan ibunya seorang guru SMP. Kaki Rushi mulai bergetar kencang, ia tersadar karena mengingat Rikuni.

“Aku pulang.” Sapa Rushi.

“Kamu sudah pulang saying?” Bals ibu Rushi dengan bahagia.

“Apa kamu lapar? Akan kubelikan makanan kesukaanmu.” Tegur ayah.

“Tidak, hari ini aku ingin makan kue buatan ibu saja.” Dengan senang hati Rushi menyantap kue yang diberikan ibunya.

“Hmm… ini adalah kue terlezat yang pernah kumakan.” Rushi mencoba untuk menghibur ibunya.

Malam ini aku tax pulang, aku menginap diasrama Youhei. Kami pergi ke took kue kecil ini, karena  disini harganya murah untuk mengisi perut kosong. Tax kusangka Rushi juga ada disana.

“Kau bekerja disini?” Tanya Youhei.

“Ini toko orang tuaku.” Balas Rushi dengan senyum.

Simpul dan serempak membuat kami terkejut.

Di sekolah semua anak terlihat heboh. Mereka tax percaya ketika membaca sebuah teather nasional yang dipajang dipapan pengumuman. Teather itu menyediakan tiket yang cukup mahal dan teather ditanggung Negara.

“Hey, lihat nama siapa yang menjadi tokoh utamanya?” ucap salah seorang siswi.

“Wah bukankah mereka berdua adalah senior yang terkenal bandel itu?” jawab siswi lain.

Aku hanya bisa tertunduk mendengarnya. Apa yang mereka katakana memang tidak salah.aku tax bisa menyangkalnya, memang sempat kudengar orang – orang membicarakankami. Tapi selama 3 minggu terakhir, yang kudengar bukanlah sindiran lagi. Mereka semua terlihat tax percaya, benarkah itu kami? Sekarang ini aku dan Youhei sedang dipanggil guru BP, nampaknya tentang sering membolos secara full 3 minggu ini.

“Bapak tidak akan memaksa apapun dari kalian berdua. Namun, bapak ingin mengingatkan kalian, agar kalian sadar akan siapa dan apa yang kalian lakukan akhir – akhir ini. Karena kalian sudah menjunjung tinggi nama sekolah ini. Bapak harap kalian mengerti posisi kalian saat ini. Bapak hanya bisa menyarankan pada kalian, berusahalah sebaik mungkin!” saran guru BP kami.

Setelah itu, kami pergi ke atap. Hari telah beranjak senja, namun nakmpaknya hanya awan mendung yang terlihat. Awan mendung yang semakin lama semakin beranjak kelabu. Ada sesuatu yangmengusik perasaanku. Sesuatu yang hangat dan akan terlahir dari dalam diriku. Seseorang berdiri tegap didepanku dengan kedua kakinya yang gemetar.

“Ehem… aku pergi duluan!” Youheiberlari menjauh. Aku tax bisa menahannya untuk meninggalkanku. Lalu kini kuubah pandanganku kearahnya.

“Riku…? Aku bisa berjalan kemanapun aku mau karena dirimu dan aku bisa sampai disini karena dirimu pula!” Ucap Rushi.

“Apa maksudmu?” tanyaku heran.

“Tidak dapat kuungkapkan! Aku tax suka berjalan dibelakangmu lagi. Setiap hari aku hanya ingin berjalan disampingmu. Akulah yang menginginkan kedatangan hari ini. Karena itulah aku hidup!”

Mendengar ucapannya aku semakin tax mengerti.

“Aku masih ingat bagaimana perasaanku ketika pertama kali kita bertemu dan memulai untuk saling berbicara. Pernahkah kau berpikir bahwa aku inginkan kita lebih dari sekedar teman?” Lanjutnya.

Aku menebarkan pandangan cukup lama kearahnya, seakan tax percaya dengan ucapannya. Benarkah dia mengatakan hal itu? Atau hanya ilusiku saja?

“Jangan bercan….!” Putusku.

“Aku tidak bercanda!” usul Rushi.

Tatapan kesungguhan dan ucapan itupun terdengar nyata ditelingaku.

“Karena kamu, aku bisa hidup sejauh ini!” lanjutnya.

Hujan mulai menitih air mata, aku berjalan melewatinya. Aku tax mengerti tetang perasaanku sendiri. Warna yang dulunya gelap kelabu, sekarang berubah menjadi musim semi. Tapi akutax mempunyai kekuatan apapun untuk mengapainya.

“Maaf… Rushi, tapi diluar sana aka nada seseorang yang menunggumu, seseorang yang lebih baik dariku!” ucapku.

Seminggu sudah kulewati dibawah jembatan. Kini aku sendirian lagi, kudengar kabar orang – orang mencariku dan menghawatirkanku. Ayah, Youhei, terutama Rushi. Tapi dia baru mendengar kabar tentangku saat 5 hari entah kemana? Kubuka perlahan mata ini yang lelah memandang dunia. Di depanku seorang gadis berambut panjang bermata biru menatapku sedih.

“Riku… kumohon kembalilah!” bujuk Juvia.

“Dari mana kau tahu?” tanyaku.

“Selama ini aku selalu memperhatikanmu, mengawasimu dan melihatmu. Maafkan aku…?” pinta Juvia.

“Untuk apa?” tanyaku lagi.

“Maafkan aku karena terus – menerus memikirkanmu dan menyukaimu. Tolong! Izinkan aku orang yang pantas menyayangimu!” pinta Juvia, sambil membungkukkan badanya kearahku.

“Aku tidak tahu apa itu menyuakai, kupikir itu adalah perasaan untuk memiliki sesuatu. Lalu dibuang setelah menjadi barang yang tax berharga. Yang namanya cinta sejati ituhanya berupa tulisan diatas air dan fatamorgana semata!” Jelasku.

“Aku bukanlah seseorang yang sempurna dimatamu, tapi akan kucoba semampuku!” Pinta Juvia, sambil mengikutiku.

“Selama kau hidup jadialah dirimu sendiri, bukan berusahan menjadi seseorang yang sempurna!” Balasku.

Juvia berusaha mengejarku, dan meneriakkan semua kata – kata yang tak ingin kudengar sekalipun.

“Mencintai itu mudah. Yang sulit hanyalah menerimanya. Juvia… tapi maaf cintaku bukanlah untuk pelampiasan! Saat ini ada seseorang yang telah menanam bunga dihatiku.sekarang sudah terlanjur mekar! Karena yang namanya takdir itu tidak kenal yang namanya kebetulan.” Teriakku.

Aku berlari menuju tempat yang membuatku bertanya lebih. Yap, toko roti milik Rushi. Sekarang masih jam sekolah. Sebelum Rushi dating, kusempatkan untuk menemui kedua orang tuanya.

“Permisi…!”sapaku.

“Ya, selamat datang.”  Ucap ayah Rushi ramah.

“Maaf menggangu, saya adalah teman Rushi.” Ucapku sopan.

“Oh ya? Ada perlu apakah kamu kemari?”

“Maaf lancang! Tapi saya hanya ingin tahu tentang Rushi.” Pintaku ddengan berani.

Kedua orang tua Rushi terhening diam tanpa kata. Tertunduk sedih wajah wanita penjual kue itu.

“Namamu Rikukan?” Tanya ayah Rushi.

“Bagaimana anda tahu?” aku mengangguk kecil.

“Rushi sering membicarakanmu, dia bilan kamu Tujuannya yang selanjutnya!” Pekik ibu Rushi.

“Apa maksud anda? Saya tax mengerti?” tanyaku bingung.

“Rushi adalah anak kami satu – satunya. Tapi saat umurnya 5 tahun, ia memiliki penyakit aneh semacam syndrome. Harusnya hidupnya sudah mencapai batas akhir, tapi karena kamu, Rushi memiliki tujuan dan ia masih kuat sampai sekarang. Terimakasih banyak sudah menyelamatkannya!” Ibu Rushi menangis dan berlutuk padaku.

“Apa yang anda lakukan? Tolong berhentilah, jangan seperti ini!”

“Tapi aku tak mengerti akhir – akhir ini pnyakitnya kembali kambuh, dan harus dirawat dirumah sakit!” lanjut ayah Rushi.

Aku shock mendengar ucapannya, tax lain itu semua adalah kesalahanku. Aku sunggu sangat menyesal.

Matahari diufuk barat terlihat nyata terpajang dimusim gugur. Karena musim semi telah ditutup oleh gugurnya bunga sakura tahun ini.

Gelap malam menyelimuti kesendirianku, aku termenung kembali ke ruamah dengan perasaan resah. Aku berharap tidak akan terjadi apapun. Ayah tekejut akan kepulanganku. Dia berlari kearahku. Ditumpahkannya kesedihan dan rindu. Tanpa ragu ditamparnya mukaku. Aku tak sanggup membalas atau berteriak padanya. Karena ini adalah kesalahanku. Akulah yang salah.

Namun kupikir ini bukanlah hal yang tax inginkan. Ayahku meranggai kepalaku dan menarikku. Tanpa sadar diciumnya keningku dan aku sudah ada dalam dekapannya. Aku tax tau harus berbuat apa saat itu. Karena pertama kalinya kurasakan kehangatan yang dulunya hanyalah mimpi yang tax dapat kugapai. Tapi mengapa? Dulunya aku sangat sedih dan kesepian. Sekarang hal yang kuimpikan terwujud. Namun air mata tidak mau jatuh. Aku hanya diam, terus berada dalam dekapan hangatnya. Aku linglung bagai tak mengenal apapun dalam hidupku.

Dunia seakan berhenti, saat ayah menitihkan air mata, dan berbisik didekapnya “Maafkan aku karena menjadi ayah yang buruk…. Maafkan aku karena aku tetap ingin melihatmu, walau kau tax menginginkannya. Maafkan aku yang selalu mengatakan kalau apa yang aku lakukan ini karena untukmu. Maaf karena tax meberimu kehidupan yang baik.!” Ucapnya memecah keheningan. Perasaanku meleleh, air mataku menetes dari sudut mata, hatiku begitu pedih mendengarnaya. Kalau jadinya seperti ini, daun gugurpun taxkan kubiarkan jatuh menyentuh tanah. Tax kusangka air mataku menjadi semakin deras. Aku bersyukur Tuhan telah menjawab do’a ku.

Mimpi buruk yang sering kali datang menempati malam tax kembali berputar dimemoriku. Tapi kini berganti mimpi baru yang semakn membuatku lelap dan tax ingin bangun.aku terikat eratoleh benang merah, sayap – sayap yang dulunya tersegel kegelapan. Kini terbang bebas menuju kemas depan yang kugambarkan. Bunga musim semi kembali bermekaran, tumbuh dengan warna ragam mewangi semerbak. Dunia yang dulunya kupikir tax berujung. Sekarang langkahku terhenti disini! Mencari ujung mimpiku yang tax pernah berakhir.

Fajar belum Nampak sepenuhnya, aku terbangun dari mimpi yang kurindukan, melangkah menuju tempat lamaku.

“Selamat pagi!” sapa ayah.

“Duduklah ayah sudah buatkan roti isi untuk sarapanmu!” lanjutnya.

Aku tax tahu harus memulai dari mana, untuk mengucap kata, rasanya aku belum berani. Hari ini seperti biasa ayah pulang begitu pagidari kantor hanya untuk mengunjungiku. Tapi akhir – akhir ini di izin karena telah mengkhawatirkanku. Aku menyesal, dia pasti kelelahan dan letih. Wajahnya yang using masih begitu kuat mengurusku. Aku tax pernah menyadarinya. Menyadari begitu besar perasaannya kepadaku. Cinta seorang ayah yang kuabaikan selama ini.

“Kalau kelelahan tax usah repot – repot membuatkan sarapan untukku.” Sahutku, aku duduk dan memakannya. Untuk menhormati usahanya.

“Aku tax pernah merasa direpotkan! Karena kau adalah putraku!” Jawabnya.

Aku terhening mendengarnya. Aku berfikir, seharusnya tax ku abaikan oaring yang menyayangiku.

“Terimakasih!” ucapku, kali ini benar – benar kuucap kata itu pertama kalinya. Tuhan tetapkanlah hari ini agar aku bisa mengenangnya tiap saat.

 

***

            Mulai hari ini,kurasa aku akan memperbaiki hubunganku dengan ayah. Memulainya dari awal.

“Ini uang sakumu, dan uang makan siang!” Tegur ayah, sambil memberiku uang 1000 yen. Sekarang bukanlah kertas lagi yang menjadi perantara, namun perasaaan.

Di sekolah teman – temanku menyambut kehadiranku dengan suguhan haru, seperti lama tax berjumpa. Tapi, aku masih harus mengusik perasaanku yang gundah di hatiku. Karena itu kutuntun langkahku untukke atap.

“Yooo! Lama tax jumpa?” Sapa Youhei.

“Maaf membuat kalian khawatir.” Tegurku.

“Untuk apa? kami sangat senang kau kembali.”

            “Kau tax marah?”

“Seberapa pun kemarahanku padamu, kemarahan itu tax akan sampai. Karena kamu sahabatku.”

Aku tersenyum bangga, memiliki sahabat sepertinya. Yap! Seperti itulah dia, aku mengenalnya, berbicara padanya dan percaya padanya.

14 Februari terdengar begitu manis. Di hari kasih saying ini ada begitu banyak harapan dihatiku. Di atap kulihat sosok Meldy mendatangiku dengan sepucuk surat.

“Kumohon terimalah! Ini bukan dari kakakku.” Ucap Meldy seakan tahu segalanya, kubuka isinya dan kubaca.

Dedaunan crysan layu jatuh berguguran….

Jatuh ke bumi bola bunga salju putih,

Yang dibasahi hujan….

Bulan pertama, telah kehilangan kesempatannya,

Karena juni akan layu sebentar lagi!

Bulan – bulan yang tersisa kemudian berkumpul,

Untuk melayat…

Kamu akan berdiri diatas tumpukan do’a…

Agar supaya kau tax jauh….

Karena dia akan menemukan peristirahatan yang abadi…

Didalam ruang yang terpenuhi dengan barang – barang berwana hitam,

Kamu akan mengalami ketakutan terbesar…

Disaat kamu terpisah darinya….

Yap, aku mengerti ini adalah syair kematian! Meldy memang ahli dalam hal meramal. Aku yang sebenarnya tax pernah percaya akan ramalan. Tapi saat dia berikan syair ini, aku rasa itu akan jadi kenyataan suatu saat.

“Aku tahu, kamu tax percaya dengan itu.” Tegur Meldy.

“Tenang saja! Aku akan berusaha untuk mengubahnya, aku akan berusaha tux tetap disampingnya.” Kataku.

“?” Kurasa Meldy begitu tahu yang kubicarakan. “Kakakku akan mati?” Batinnya sedih.

Malam ini adalah malam yang special. Aku mengadakan janji dengan Rushi dibawah jembatan. Hari semakin menarik senja. Cahaya samar – samar Nampak begitu rindu dari biasanya. Menit demi menit aku tax sabar menantikannya.

Kini akhirnya waktu yang benar – benar kunantukan berada tepat dihadapanku. Angin malam menyambar sosok malaikat yang kini berdiri dihadapanku. Aku berjalan menghampirinya dan menggandengnya menuju danau.

“Kita akan kemana?” Tanya Rushi.

“Ketempat yangbelum pernah kau temukan.” Jawabku.

Kami berdua pergi ke tepi danau, duduk memandang lurus kedepan tanpa bicara sepatah katapun.

“Hmm…! Riku?” Sapanya memecah keheningan.

“Kumohon tunggulah sebentar lagi!” Pintaku.

Dengan sabar menunggu terus dan terus. Sesuatu terlihat berkilauan di air danau, lalu dipandanginya keatas. Satu lampion, dua lampion, tiga lampion dan sekarang beribu – ribu lampion terbang ke angkasa, menebarkan cahaya yang berisi do’a – do’a untuk Tuhan. Rushi berdiri, berharap dapat mengejar cahaya surge itu dan menggapainya. Saat itu, aku memberikan sepasang lampion untukku dan untuknya. Kubuat harapanku pada secarik kertas suci. Dan kami terbangkan bersama – sama. Aku hanya berharap agar sampai ketangan Tuhan! Dan dia dengar do’a – do’aku.

“Aku berharap menemukan tujuan hidupku, dan sayap peri!” sahut Rushi.

“Kalau kamu?” Tanyanya.

“Rahasia…!” Balasku. Aku tax ingin mengatakannya. Aku harap hanyalah tetap berada disampingnya apapun yang terjadi.

“Malam yang indah. Terimakasih! Aku sangat senang.” Ucap Rushi dengan terharu. Dia meneteskan beberapa bulir air matanya.

Angin malam mengaduk ingatanku, aku merasa memang sudah waktunya. Dan kucoba beranikan diriku. Mengungkapkan apa yang harus kuucapkan.

“Kau masih ingat, waktu terakhir kali kita bertemu di atap?” Tanyaku memastikan. Namun, Rushi hanya diam tax menjawab.

“Aku harap tawaran itu masih berlaku. Maaf..! Karena aku tax bisa berhenti memikirkanmu, dan terus ingin bersamamu. Karena itu maukah kau tetap disisiku?” Bujukku dengan penuh harap.

Mendengarnya, senyum Rushi perlahan menghilang. Seperti ada yang janggal baginya. Rushi memutar balik fakta. Dia mencoba menyembunyikan perasaannya dengan menggigit bibirnya, tangannya mengepal dan gemetaran hebat. Lalu dengan tangan itu, ia menutup telinganya dengan paksa. Kini dia seperti orang linglung. Jiwanya histeris dan ketakutan. Tubuhnya gemetaran hebat. Aku semakin takut dan panic. Apa yang harus kulakukan, apa? Dia berteriak – teriak histeris.

Tax bisa kubiarkan. Segera kudekap dirinya, kucoba meneriakkan sesuatu agar dia dengar.

“Rushi, kumohon sadarlah! Rushi!!” teriakku, tapi tetap dia tax ingin mendengar dan terus memberontak.

Aku semakin kuat mendekapnya. Saat itu aku mengerti bagaimana penyakitnya kambuh. Dia tertekan dan mencoba melupakanku. Aku coba membisikkan sesuatu untuk menyelamatkannya.

Kali ini Rushi kembali tenang. Namun dia tax sadarkan diri. Kubawa dirinya ke rumah sakit terdekat untuk menerima pertolongan pertama.

Dari ruang ICU terdengar bunyi nyaring.Beribu – ribu hujan telah tumpah disamping tubuh lemah seorang gadis. Ibunya terus menangis memegangi tangannya yang pucat pasi. Seseorang keluar dari ruangan itu dengan membawa kabar. “Maafkan saya!” ucapan itu sungguh menyesakkan.

Aku berlari menyusup ke ruang itu menghampiri sosok tubuh seorang gadis yang tax berdaya. Aku tertunduk ke arahnya. Kucoba menatap untuk kerinduan yang ku pendam kea rah wajahnya.

Tes….. tes…… tes…..

~ Selang bebarapa saat ~

“Hujan?” ucap Rushi  lirih. Secara perlahan ia membuka matanya. Ia tersentak kaget melihat air mata yang ia kira hujan ternyata milik sosok lelaki yang mendekapnya dengan sangat erat.

“Maaf… maafkan aku! Aku mencintaumu. Kau membuatku takut.”   Ucapku, suaraku terlihat kacau karena isak tangisku.

“Benar – benar sebuah keajaiban! Nampaknya Tuhan berkehendak lain.” Ucap salah seorang perawat kepada ayah Rushi. Keduanya masih teringat jika mereka akan benar – benar kehilangan anak yang sangat mereka cintai itu. Kebahagiaan saja tidak akan cukup. Air mata duka, suka cita, dan bahagia bercampur menjadi satu.

 

***

Hari ini rmah tampak bersih dan rapi. Aku begitu senang mengerjakan semua ini dengan ayah. Jam demi jam berlalu, setelah selesai aku meminta izin pada ayah untuk menemui sahabat dan kekasihku.

Aku berlari menuju ke bawah jembatan. Hari semakin beranjak siang, kupercepat langkahku.

“Kau terlambat!” sahut Youhei.

“Maaf.” Kataku sambil tertawa.

“Nah, karena semua sudah hadir mari kita mulai belajarnya.” Tegur Rushi.

Disini kami tertawa bahagia dan saling bercanda. Entah sejak kapan kami tanpa sadat telah berubah. Tax peduli apa yang membuat perubahan itu. Tapi aku yakin inilah akhir yang sering dibicarakan orang. Bahwa Tuhan akan memberikan kita akhir yang indah. Bulan ini kami akan mendekati ujian sekolah. Itulah tujuan kami selanjutnya.

“Setelah ujian apa yang akan kalian lakukan?” Tanya Youhei.

“Aku akan menikahinya!” jawabku singkat.

“Emm! Aku akan menunggumu!” Sahut Rushi.

“T – T’ kalian benar – benar membuatku iri!”

“Tapi, kita harus tetap bersama. Apapun yang terjadi, jangan lupakan ingatan yang dahulu! Aku bahagia mengenal kalian, karena itu aku bersumpah ‘kita akan tetap bersahabat, apapun yang terjadi. Kita masih memiliki alasan melanjutkan takdir. Jalan yang tax dikenal, menunggu kita dan terus berlanjut hingga akhir perjalanan’.” Ucap Rushi sambil menunjukkan jari kelingkingnya, tanpa ragu aku dan Youhei megucap janji yang sama. Tax’kan ada kata perpisahan yang akan terucap nanti.

Ujian akhirnya datang waktunya. Aku begitu semangat menghadapi semua soal yang diberikan. Aku tax sabar menunggu hasilnya.

Saat pengumuman tiba, aku tax percaya. Rushi, aku, dan Youhei menduduki ke – 3 peringkat berturut – turut. Tax kusangka Juvia bisa kukalahkan dengan mudah.

Setelah beberapa bulan kuhentikan pekerjaanku sebagai desainer untuk menepati janjiku! Tempat yang terhias bunga – bunga bagai surge. Lonceng berbunyi nyaring. Acara pernikahan kami telah dimulai. Mengucap janji suci lalu berdoa bersama. Setelah usai, ayahku hadir membawa kado besar untukku dan Rushi.

“Maaf… aku belum bisa membahagiakanmu, malah menikah.” Ucapku pada ayah.

“Kamu tax perlu minta maaf, hanya bahagia dan sehat, itu saja yang kuingin darimu.” Ucap ayah.

3 bulan sudah kami menikah, hari ini adalah hari natal 25 Desember. Berjam – jam kami dirikan pohon natal dengan berbagi hiasan. Bola – bola salju jatuh berhamburan ke bumi.

Purnama kembali dating, kini lampu – lampu natal mulai menyala.di sebuah taman di bawah pohon harapan kini aku berdiri. Entah kenapa perasaanku semakin gelisah dan gersang cahaya. Ulan semakin menjadi kelam seakan dia merasakan apa yang kurasa. Saat kuingat pada malam turunnya salju, itulah tanda untuk bersiap – siap.

“Tuhan! Tolong, berikanlah kami akhir yang indah. Tuntunlah kami pada cahayamu! Jika memang harus berakhir, kutitipkan dirinya padamu. Kumohon jagalah dia untukku!” Do’aku pada Tuhan, dibawah pohon natal malam ini.

Saat ini yangbisa kulakukan hanyalah berdo’a dan menanti jawaban dari Tuhan. Sampai kapanpun keajaiban itu akan dating? Akan terus ku tunggu sampai akhir, aku tax akan menyerah untuk mendapatkannya.

Malam natal terus berlanjut, aku berjalan berdua dengan Rushi. Tampaknya saat ini dia sangat kelelahan.

“Kamu kenapa? Apa kamu sakit?” Tanyaku, namun dia hanya diam. Keringat dinginnya semakin nampak.

“Ku antar kau ke dokter sekarang!” Paksaku, dia tetap diam.

Saat perawatan, dokter mengucap selamat untukku. “Selamat?” Tanyaku heran.

“Istri anda telah mengandung!” Tegur dokter.

Aku sangat bahagia mendengarnya. Benarkah? Aku tax percaya, Tuhan telah mengubah takdir, Tuhan pasti akan member akhir yang bahagia.

Bulan demi bulan kami lalui sudah. Kuhabiskan waktuku untuk terus ada disisi kekasihku. Tax berlangsung lama, Rushi menggeram kesakitan. Aku panik, kubertanya – tanya “Ada apa?” Rushi semakin kesakitan, segera mungkin kuantar dia kerumah sakit. Disana dokter membujukku untuk tetap berada disamping Rushi. Karena dia akan melahirkan seorang bayi.

 

***

Di sebuah rumah sakit, terlihat seorang lelaki berambut mowhak hitam yang hamper menutupi alisnya, menemani seorang wanita berambut coklat pendek. Yang telah berusaha keras terhadap persalinannya dan juga apenyakitnya.

“Rushi aku mohon, bertahanlah… kau harus kuat!” Bujukku.

Rushi menarik nafas perlahan dan menghembuskannya. Ia berusaha menyelamatkan anak yang dikandungnya. Wajahnya terlihat tersiksa, ia menangis kesakitan. Aku yang berada disampingnya semakin erat menggenggam tangannya. Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah menyemangatinya. Dalam hatiku terdengar sebuah panjatan do’a.

“Ya Tuhan aku mohon, selamatkan anak dan istriku. Tuhan aku mohon, biarkan mereka hidup! Jangan sampai mereka meninggalkanku lebih dulu. Biarkan aku yang kau panggil. Tapi jangan mereka.Tuhan aku mohon!” Batinku.

Mataku semakin nanar melihat istriku yang berjuang mati – matian. Tax lama, seorang bayi perempuan mungil pun lahir ke dunia dengan suara tangisannya yang begitu kuat. Lalu kuletakkan bayi mungil itu disamping Rushi yang sedang kelelahan.

“Dia sangat kecil!” Ucap Rushi.

“Syukurlah kamu…. Kamu baik – baik saja!” Ucapnya lagi terteteh.

“Terimakasih!” Ucap Rushi

Aku termenung dan semakin tenggelam dalam kelamnya kesedihan. Diam – diam air mataku menetes tanpa perintah. Jatuh berkeping – keeping membasahi wajah manis Rushi.

“Maafkan aku tax bisa menjadi ibu dan istri yang baik, yang setia menemanimu. Aku malah… akan lebih dulu meninggalkanmu.”  Sahut Rushi sambil memegang tanganku.

“Jangan minta maaf! Belum saatnya cinta berakhir untukku. Jika kau meninggalkanku sekarang, apa yang harus ku perbuat apa?” tanyaku yang tax bisa membentengi air mataku sendiri. Kini air mata Rushi pun mengalir. Dengan sisa tenaganya, ia mencoba membangun kata – kata.

“Maaf, aku tax bisa memberimu kebahagiaan yang lebih. Jika saja waktuku belum berakhir, aku sangat ingin berjalan bersamamu dan juga putrid kecil kita. Aku merasa sangat bersyukur dicintai oleh orang sepertimu Riku! Aku men cintaimu.” Ucap Rushi sembari mencium tanganku.

Namun aku tax sanggup mengungkaokan kata yang ingin ku ucapkan. Cinta itu semakin menjauh dariku. Perkataan yang kusimpan, membuatku tax kuasa lagi menahan tangis. Dengan perlahan kuletakkan daguku pada dagu Rushi dan kututup mata.

Saat itu tanpa sadar Rushi mengucap kata terakhirnya. “Riku? Apapun yang terjadi, berjanjilah padaku…. Lindungilah putrid kecil kita. Walaupun ini takdir yang menyedihkan, kaulah yang akan menjadi cinta terakhir dihidupku. Dimanapun aku berada nanti, cinta yang kau berikan akan tetap hidup.!” Ucap Rushi yang semakin lirih sambil mencoba tersenyum. Aku dengan penuh kesedihan mengecup keningnya.

 

***

Terlihat dari sela – sela jendela kamar, bulan bersembunyi dibalik gelapnya malam, dan hujan turun dengan sangat deras. Perlahan lahan Rushi menutup matanya. Aku menjadi sangat kwatir. Masih kulihat sesaat dia sempat tersenyum padaku dan kemudian matanya semakin tertutup.

Kupandangi wajahnya untuk terakhir kalinya. Sangat pucat dan dingin. Kubaringkan diriku disebelahnya, kugenggam tangannya dan kupejamkan mataku. Kutunggu mimpi buruk dan kekejaman malam ini segera berlalu.

Matahari senja, sampaikapan aku bertemu lagi dengan warna yang menyedihkan ini? Aku masih terpaku dengan deretan mawar dihadapanku. Bunga yang telah terketup layu. Seiring dengan kesedihanku pada seorang gadis yang mengajariku arti cinta sejati. Yang bisa kulakukan kini hanyalah terbang kemasa lalu itu, dengan berurai penyesalan dan rindu.

Didunia ini banyak orangsenag akan cinta. Tapi hanya sedikit yang menerima kenyataan ketika cinta itu hilang. Yang lalu biarlah berlalu. Karena memang semuanya telah berakhir. Biarkanlah semua tenggelam bersama matahari. Meskipun semua telah berakhir, jangan biarkan cinta kalian sia – sia.

Didunia itu, hujan terus menerus turun. Membasahi tanah dan membawa kematian. Aku sadar bahwa hari itu adalah hari terakhir aku bersama dengannya. Terakhir aku  melihat senyum indah dibibirnya. Dan yang terakhir kalinya aku bisa mengatakan bahwa aku mencintainya!

 

***

 

~ The End ~